Senin, 07 Juli 2014

KPPU (IMPORTASI BAWANG PUTIH)

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah lembaga independen yang memiliki tugas utama melakukan penegakan hukum persaingan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Dalam melaksanakan tugas tersebut, KPPU diberi wewenang untuk menyusun pedoman yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,sebagaimana tercantum dalam pasal 35 huruf f. Sebagai bagian dari pelaksanaan Pasal 35 huruf f tersebut, KPPU menyusun pedoman pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengenai definisi pasar bersangkutan. Pendefinisian pasar bersangkutan merupakan sebuah bagian yang sangat penting dalam proses pembuktian penegakan hukum persaingan,terutama menyangkut beberapa potensi penyalahgunaan penguasaan pasar oleh pelaku usaha tertentu. Upaya menguraikan pasar bersangkutan memiliki kompleksitas yang tersendiri, yang terkait dengan konsep dan metodologi ekonomi, sehingga untuk memahaminya diperlukan pedoman yang bisa menjelaskan bagaimana sebuah pasar bersangkutan ditetapkan dalam sebuah kasus persaingan.
Dalam kaitan dengan itulah pedoman pasar bersangkutan ini disusun dan diharapkan dapat memberikan penjelasan kepada seluruh  Stakeholder        hukum persaingan mengenai pendefinisian pasar bersangkutan serta metode pendekatan yang digunakan oleh KPPU melaksanakan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat.
KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut:
1. Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
2. Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
3.   Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.

Dalam pembuktian, KPPU menggunakan unsur pembuktian per se illegal, yaitu sekedar membuktikan ada tidaknya perbuatan, dan pembuktian rule of reason, yang selain mempertanyakan eksistensi perbuatan juga melihat dampak yang ditimbulkan.
Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat:
1.     Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker
2.     Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan
3.     Efisiensi alokasi sumber daya alam
4.     Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli
5.     Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya
6.     Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi
7.     Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak
8.     Menciptakan inovasi dalam perusahaan

CONTOH KASUS YANG DI AWASI KPPU
IMPORTASI BAWANG PUTIH

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah selesai melakukan pemeriksaaan Perkara Nomor 05/KPPU-I/2013 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 11, Pasal 19 huruf c, dan Pasal 24 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 dalam Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat terkait Importasi Bawang Putih.
Pembacaan Putusan tersebut dilakukan  oleh  Majelis Komisi yang terdiri dari Dr. Sukarmi, S.H. M.H sebagai Ketua Majelis, Drs. Munrokhim Misanam, M.A., Ec. Ph.D, Dr. Muhammad Syarkawi Rauf, S.E., M.E., R. Kurnia Sya’ranie, S.H., M.H,  dan Saidah Sakwan, M.A. masing-masing sebagai Anggota Majelis. Perkara ini berawal dari inisiatif KPPU mengenai adanya Dugaan Pelanggaran Pasal 11, Pasal 19 huruf c, dan Pasal 24 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 terkait Importasi Bawang Putih yang dilakukan oleh :
  1. CV Bintang (sebagai Terlapor I)
  2. CV Karya Pratama (sebagai Terlapor II)
  3. CV Mahkota Baru (sebagai Terlapor III)
  4. CV Mekar Jaya (sebagai Terlapor IV)
  5. PT Dakai Impex (sebagai Terlapor V)
  6. PT Dwi Tunggal Buana (sebagai Terlapor VI)
  7. PT Global Sarana Perkasa (sebagai Terlapor VII)
  8. PT Lika Dayatama (sebagai Terlapor VIII)
  9. PT Mulya Agung Dirgantara (sebagai Terlapor IX)
  10. PT Sumber Alam Jaya Perkasa (sebagai Terlapor X)
  11. PT Sumber Roso Agromakmur (sebagai Terlapor XI)
  12. PT Tritunggal Sukses (sebagai Terlapor XII)
  13. PT Tunas Sumber Rezeki (sebagai Terlapor XIII)
  14. CV Agro Nusa Permai (sebagai Terlapor XIV)
  15. CV Kuda Mas (sebagai Terlapor XV)
  16. CV Mulia Agro Lestari (sebagai Terlapor XVI)
  17. PT Lintas Buana Unggul (sebagai Terlapor XVII)
  18. PT Prima Nusa Lentera Agung (sebagai Terlapor XVIII)
  19. PT Tunas Utama Sari Perkasa (sebagai Terlapor XIX)
  20. Kepala Dinas Badan Karantina Kementerian Pertanian (sebagai Terlapor XX)
  21. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (sebagai Terlapor XXI)
  22. Menteri Perdagangan Republik Indonesia (sebagai Terlapor XXII)
Selama proses pemeriksaan ditemukan fakta-fakta diantaranya sebagai berikut:
  1. Terdapat Permentan nomor 60/Permentan/OT.140/2013 yang mengatur mengenai Importasi Bawang Putih;
  2. RIPH (Rekomendasi Impor Produk Holtikultura)   dibutuhkan untuk melakukan pengurusan SPI (Surat Persetujuan Impor);
  3. RIPH baru diterima akhir Bulan Oktober 2012 oleh para pelaku usaha;
  4. SPI yang dikeluarkan Kemendag hanya berlaku selama 45 hari dimana proses importasi dari Negara asal sampai ke Indonesia membutuhkan waktu 26 hari;
  5. Terdapat bencana alam di Negara asal yang membuat proses Importasi terlambat sampai ke Indonesia;
  6. Kebijakan Kuota membuat jalur supply and demand tidak seimbang;
  7. Terdapat Perpanjangan SPI yang diajukan oleh pelaku usaha dan disetujui oleh Kemendag;
  8. Walaupun tidak ada dasar hukum yang mendasari terbitnya perpanjangan SPI;
  9. Terdapat persekongkolan yang dilakukan pada saat pemasukan dokumen SPI maupun Perpanjangan SPI;
Berdasarkan alat bukti, fakta serta kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka Majelis Komisi memutuskan:
  1. Menyatakan bahwa Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V, Terlapor VI, Terlapor VII, Terlapor VIII, Terlapr IX, Terlapor X, Terlapor XI, Terlapor XII, Terlapor XIII, Terlapor XIV, Terlapor XV, Terlapor XVI, Terlapor XVII, Terlapor XVIII, dan Terlapor XIX tidak terbukti melanggar Pasal 11 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999;
  2. Menyatakan bahwa Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V, Terlapor VI, Terlapor VII, Terlapor VIII, Terlapr IX, Terlapor X, Terlapor XI, Terlapor XII, Terlapor XIII, Terlapor XIV, Terlapor XV, Terlapor XVI, Terlapor XVII, Terlapor XVIII, dan Terlapor XIX terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 19 huruf c Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999;
  3. Menyatakan bahwa Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V, Terlapor VI, Terlapor VII, Terlapor VIII, Terlapr IX, Terlapor X, Terlapor XI, Terlapor XII, Terlapor XIII, Terlapor XIV, Terlapor XV, Terlapor XVI, Terlapor XVII, Terlapor XVIII, Terlapor XIX, Terlapor XXI, dan Terlapor XXII terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 24 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999;
  4. Menghukum Terlapor I, membayar denda sebesar Rp 921.815.235,00;Y
  5. Menghukum Terlapor II, membayar denda sebesar Rp 94.020.300;
  6. Menghukum Terlapor III, membayar denda sebesar Rp 838.012.500;
  7. Menghukum Terlapor IV, membayar denda sebesar Rp 838.013.;
  8. Menghukum Terlapor V, membayar denda sebesar Rp 921.815.730;
  9. Menghukum Terlapor VI, membayar denda sebesar Rp 921.813.750;
  10. Menghukum Terlapor VII, membayar denda sebesar Rp 921.813.750;
  11. Menghukum Terlapor VIII, membayar denda sebesar Rp 704.286.000;
  12. Menghukum Terlapor IX, membayar denda sebesar Rp 518.733.450,;
  13. Menghukum Terlapor X, membayar denda sebesar Rp 837.990.000;
  14. Menghukum Terlapor XI, membayar denda sebesar Rp 842.513.400;
  15. Menghukum Terlapor XII, membayar denda sebesar Rp 921.815.730;
  16. Menghukum Terlapor XIII, membayar denda sebesar Rp 838.013.850;
  17. Menghukum Terlapor XIV, membayar denda sebesar Rp  919.597.635;
  18. Menghukum Terlapor XV, membayar denda sebesar Rp 20.015.325;
  19. Menghukum Terlapor XVI, membayar denda sebesar Rp 433.267.200;
  20. Menghukum Terlapor XVII, membayar denda sebesar Rp 921.815.730;
  21. Menghukum Terlapor XVIII, membayar denda sebesar Rp 11.679.300;
  22. Menghukum Terlapor XIX, membayar denda sebesar Rp 921.815.235;
  23. Menyatakan Terlapor XX, tidak terbukti melanggar pasal 24 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999.
Majelis Komisi juga memberikan rekomendasi :
  1. Bahwa setiap Instansi Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan harus memperhatikan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat dalam perumusan kebijakannya;
  2. Bahwa penetapan kebijakan import khususnya yang menggunakan Skema kuota harus berkoordinasi dengan instansi terkait
Putusan tersebut dibacakan dalam Sidang Majelis Komisi yang dinyatakan terbuka untuk umum di Gedung KPPU,  Jl. Ir. H. Juanda No.36, Jakarta Pusat.

0 komentar:

Posting Komentar